Rabu, 28 Januari 2009

School Of Writing (SOW) Angkatan ke-2


Puji Tuhan, SOW angkatan ke-1 telah berlangsung dan diikuti oleh sekitar 30 peserta dari berbagai kalangan dan profesi. Ada berbagai tanggapan positif dari para peserta yang mengikuti acara ini. Salah satu diantaranya adalah pendapat dari Ibu Ratnadewi Wibowo: "Ikut SOW lalu sangat inspiring dan meng-encourage saya untuk menulis".
SOW angkatan ke-2 akan diadakan pada tgl. 21 Februari, 9 Maret dan 28 Maret 2009. Bertempat di Gd. Kharisma Lt. 3 Jl. BKR 98 A Bandung.
Materi yang akan diajarkan adalah: Menulis Renungan, Menulis Buku, Menulis Biografi, Menulis Cerpen, Menulis di Majalah, Tehnik Wawancara, Tehnik Editing, Manajemen Penerbitan Buku.
Biaya pendaftaran Rp100.000 dan biaya kontribusi peserta RP500.000. (Sudah termasuk makalah, member card, snack, makan siang dan sertifikat)
Daftarkan diri Anda segera, tempat terbatas. Batas akhir pendaftaran tgl. 18 Februari 2009.
50 pendaftar pertama akan mendapatkan buku "Menerbitkan Buku Renungan"
Pendaftaran hubungi 081394401799; 08888255416; 08818223608

11 RESEP CESPLENG MENGATASI KEMACETAN MENULIS

“Kemacetan menulis semata-mata adalah soal motivasi, bukan soal teknik penulisan. Jika kita bisa bangkitkan motivasi kembali, maka tidak ada lagi kemacetan menulis.”~ Edy Zaqeus

Ketika saya baru saja mendapatkan ide tema buku yang saya anggap sangat potensial untuk jadi buku best-seller, maka gairah dan semangat saya untuk menulis begitu meluap-luap dan seolah tak terbendung lagi. Ketika mencoba menuliskan gagasan-gagasan itu, ternyata aliran ide seperti membanjir dan menulis seperti tidak mau berhenti. Kalau sudah begini, serasa naskah buku bisa diselesaikan dalam waktu secepat-cepatnya. Terlebih lagi bila teknik menulis cepat bisa dijalankan dengan semaksimal mungkin.
Namun, penulis juga manusia. Yang namanya semangat atau gairah menulis itu bisa naik turun kapan saja dan karena aneka sebab. Mungkin karena kehilangan konsentrasi, interupsi oleh kesibukan lain, muncul rasa malas, menunda-nunda, atau karena tiba-tiba mood lagi turun, maka sebentar saja kemacetan membayangi proses penulisan. Saya sering juga mengalami hal semacam ini. Dan, saya yakin hampir semua penulis, baik pemula maupun yang sudah sangat berpengalaman pun, pasti pernah mengalami kemacetan dalam menulis.
Jadi, manakala sedang macet menulis, kita tidak perlu panik. Ini wajar, lumrah banget! Yang tidak lumrah alias berbahaya adalah bila kita, dari semula yang cuma macet temporal atau sementara, lalu jadi macet permanen. Dengan kata lain, akan berbahaya sekali bila kita jadi hilang motivasi dalam melanjutkan proses penulisan. Dan kemudian, kita mulai beranggapan bahwa diri kita memang tidak mampu menulis buku.
Karena kemacetan menulis adalah gejala yang wajar, maka sesungguhnya yang membedakan kualitas seorang penulis adalah pada penyikapan terhadap masalah ini. Penulis yang belum matang akan mudah dipatahkan semangatnya oleh masalah-masalah yang menghambat proses kreatif mereka. Sementara, penulis berpengalaman dan bermotivasi tinggi selalu mencari cara untuk memecahkan masalah yang dia hadapi.
Menurut pengamatan saya, penulis yang belum matang dan rendah motivasinya akan cenderung mencari berbagai alasan pembenar atas kemacetan yang dia alami. Sedikit demi sedikit, dia akan undur diri dan kemudian “tutup buku”, alias menyerah.
Sementara, penulis berpengalaman bisa saja macet atau mengalami beragam kesulitan. Tetapi, dalam kemacetan dan kesulitan-kesulitannya itu, dia terus memacu diri untuk segera mencari jalan keluar. Kalau pun gagal menyelesaikan suatu tema tulisan, dia tidak menyerah. Tapi, segera saja dia beralih ke proses penulisan lainnya. Dia bisa beralih, mungkin juga berhenti sejenak, tetapi tidak menyerah atau berhenti secara permanen.
Dari berbagai wawancara saya dengan para penulis best-seller (baca di Pembelajar.com), saya dapati bahwa setiap penulis punya cara-cara yang unik untuk mengatasi kemacetan. Saya sendiri juga mengembangkan cara-cara yang khas untuk menyelesaikan problem tersebut. Saya yakin, sebagian besar di antara cara-cara yang akan saya paparkan di bawah ini mungkin sudah pernah Anda coba. Atau, mungkin malah sudah merupakan bagian dari cara Anda mengatasi kemacetan. Baiklah, kita sharing bersama-sama mengatasi momok kemacetan.
1. Berhentilah dan lakukan relaksasi. Ketika mulai penat dan kebingungan meneruskan proses penulisan, saya langsung berhenti sejenak. Saya tinggalkan laptop dan langsung saja mencoba relaksasi. Relaksasi tidak harus seperti orang bermeditasi, tapi bisa saja hanya jalan-jalan mengelilingi ruangan, cari angin di depan rumah, membasuh muka, mendengarkan instrumen musik yang lembut. Pada saat yang sama, saya terus berusaha menenangkan diri atau kalau bisa mengosongkan pikiran. Biasanya, setelah pikiran relatif lebih relaks dan mendapatkan kesegaran, tanpa disengaja pun bisa muncul ide-ide dan semangat baru untuk melanjutkan proses penulisan.
2. Berhenti dan mainkan game apa saja. Ini sebenarnya untuk mengatasi kelelahan dan kebosanan saat menulis. Ada kalanya ketika macet lalu main game di laptop, tiba-tiba justru muncul ide-ide baru yang menarik. Kalau sudah begitu, saya justru ingin cepat-cepat menyelesaikan permainan dan segera menuliskan ide tersebut. Intinya, saya alihkan perhatian atau ambil jarak sejenak dengan proses penulisan. Tapi, hati-hati juga kalau sampai keterusan main game.
3. Bongkar bank ide dan tulislah apa saja. Apabila yang muncul baru sejenis kebosanan atau rasa penat, saya suka berhenti sejenak, lalu melihat-lihat bank tema atau daftar ide judul buku yang saya kumpulkan. Saya sudah berhasil menginventarisir lebih dari 700-an judul atau tema. Kadang dengan melihat-lihat bank ide tersebut, saya jadi berminat menuliskan sesuatu di bawahnya. Pokoknya, menulis apa saja. Tak jarang, dari situ malah muncul ide-ide yang lebih fresh. Dan, sering pula proses tersebut mendorong saya untuk kembali dalam proses penulisan naskah yang sempat terhenti sejenak.
4. Buat kotak sampah tulisan. Adakalanya kemacetan disebabkan oleh suatu kalimat, konsep, kasus, contoh, bab, subbab, atau hanya suatu paragraf yang sulit dikembangkan lagi atau diuntai dengan paragraf-paragraf berikutnya. Ketika akan dibuang, kita merasa sayang, karena mungkin itu merupakan gagasan genuine. Tetapi, bila tidak dibuang, gagasan itu malah jadi biang kemacetan. Menghadapi situasi ini, saya suka menyediakan “kotak sampah ide” untuk mengenyahkan sementara bagian-bagian yang menjadi penyebab kemacetan. Sebelum tulisan selesai, bagian ini tidak perlu di-deleate. Siapa tahu, kita masih bisa mendaur ulang gagasan-gagasan tersebut?
5. Keluar rumah dan bicaralah dengan siapa saja. Ini cara yang paling umum, yaitu keluar rumah dan menjumpai rekan-rekan yang kurang lebih punya minat sama. Kita bisa ketemu mereka di toko buku, mal-mal, kafe, ajang pameran dan diskusi buku, atau cukup ngobrol sejenak dengan tetangga sebelah. Dalam kesempatan ngobrol santai semacam ini, saya suka iseng bertanya kepada mereka soal bagaimana cara mengatasi kebosanan atau kemacetan menulis. Biasanya, mereka jadi antusias bercerita, sementara saya pun ketambahan banyak ide baru. Sama-sama menyenangkan, bukan?
6. Baca lagi artikel-artikel atau buku-buku penulisan yang memotivasi. Untuk artikel-artikel yang memotivasi, kita bisa dapatkan di situs-situs penulisan atau situs penerbit buku. Sementara untuk buku penulisan, favorit saya adalah karya Arswendo Atmowiloto dan Andrias Harefa. Menurut kedua penulis produktif ini, menulis itu gampang sekali. Nah, karena ide-ide mereka yang serba gampang itu, saya pun jadi ikut-ikutan merasa bahwa menulis itu memang gampang. Proses menulis memang harus dibuat gampang, bukan malah dipersulit. Kalau pikiran terus-menerus disugesti bahwa menulis itu gampang, yakin saja, menulis bisa jadi gampang beneran.
7. Baca wawancara-wawancara penulis sukses. Ini salah satu cara favorit saya karena benar-benar bisa memotivasi proses penulisan. Bila saya ingin lebih mengenal gagasan penulis tertentu, saya tinggal mencari wawancara media si penulis melalui mesin pencari Google atau Yahoo. Saya juga suka membaca ulang hasil wawancara saya dengan banyak penulis sukses yang ditayangkan di rubrik wawancara Pembelajar.com. Sambil membaca, saya terus memotivasi diri, bahwa kalau orang lain bisa berhasil, saya pun pasti bisa. Selalu, ada satu atau dua kalimat dari para penulis sukses tersebut yang menginspirasi dan memicu semangat saya untuk melanjutkan proses penulisan.
8. Bertegur sapa dengan penulis-motivator. Selain untuk menghilangkan kejenuhan dan kemacetan, cara ini juga ampuh untuk menaikkan motivasi yang lagi turun. Penulis motivator adalah para penulis yang bisa memberikan inspirasi, dorongan, dan semangat kepada penulis-penulis lain untuk terus berkarya serta lebih produktif lagi. Hanya dengan mengirimkan e-mail atau SMS, serta mendapatkan sepatah dua patah kata yang membesarkan hati, maka semangat bisa timbul lagi. Kalau minta tanda tangan di buku mereka, saya pun biasa minta dituliskan sebuah kalimat penyemangat. Dengan membaca ulang kalimat tersebut, SMS, atau e-mail mereka, semangat menulis naik lagi.
9. Mimpikan sukses dalam dunia penulisan. Ini juga cara favorit saya. Kalau pikiran lagi sulit diajak bekerja dan susah diajak memproduksi gagasan-gagasan bagus, maka ajak saja bermimpi yang enak-enak. Sejak dulu sampai sekarang, saya paling suka bermimpi bisa menulis buku yang terjual ratusan ribu eksemplar, serta menghasilkan royalti sampai miliaran rupiah. Saya juga bayangkan betapa enaknya bisa jadi penulis sukses secara finansial macam JK Rowling, Dab Brown, John Grisham, Robert Kiyosaki, atau Ari Ginanjar, dll. Sambil bermimpi dan membuai diri seperti itu, saya juga selipkan pertanyaan gugatan, “Apa yang sudah kamu lakukan untuk bisa seperti mereka?!”
10. Unjuk sebagian karya ke ranah publik. Cara lain yang tak kalah ampuhnya adalah dengan memublikasikan sebagian tulisan ke berbagai media, seperti buletin internal, forum milis, website, blog, surat kabar, atau majalah. Misalnya, naskah buku kita terdiri dari beberapa bab atau tulisan. Maka, tak ada salahnya memublikasikan sebagian di antaranya ke sejumlah saluran media supaya mendapatkan feedback. Kalau pun tidak ada feedback, kita toh sudah bisa merasakan efek kebanggaan tertentu manakala karya kita bisa dibaca orang lain. Hal-hal kecil ini bisa berdampak positif dan kadang mampu memancing kemungkinan atau peluang-peluang yang tidak pernah diduga sebelumnya.
11. Bergabung dan aktiflah dalam forum atau komunitas penulisan. Banyak forum bisa menjadi sumber inspirasi maupun pemelihara motivasi menulis, seperti pameran buku, acara diskusi atau bedah buku, seminar atau pelatihan menulis. Kadang waktu dan kesibukan begitu membatasi, tetapi minimal bergabung dan pantaulah milis-milis penulisan. Komunitas maya merupakan ajang untuk menjalin network dan berbagi informasi yang nantinya pasti amat kita butuhkan.
Saya teramat yakin bahwa kemacetan menulis semata-mata adalah soal motivasi, bukan soal teknik penulisan. Jika kita bisa membangkitkan motivasi kembali, maka tidak ada lagi kemacetan menulis. Teknik penulisan bisa dipelajari dan didapatkan dengan mudah. Tetapi, menjalankan teknik itu butuh niat, orientasi, dan motivasi. Tanpa motivasi menulis, teknik seampuh apa pun tidak akan jalan. Maka dari itu, begitu kita dapatkan kembali motivasi menulis, segera saja tancap gas dengan menulis cepat dan berusaha menyelesaikan tulisan kita.
Dan, satu lagi yang amat penting. Kita boleh saja mencari sumber-sumber motivasi dari luar diri kita sebagai pelengkap. Tetapi, jangan pernah menggantungkan diri pada sumber motivasi dari luar diri kita. Menggantungkan diri pada pihak atau sesuatu di luar kontrol kita bisa berbahaya sekali. Lebih baik kita terus-menerus mengenali diri kita dan terus belajar mencari cara supaya mampu menumbuhkan motivasi dari dalam. Karena, pusat sumber motivasi harus ada dalam diri kita.[ez]

* Edy Zaqeus adalah penulis buku-buku best-seller, konsultan penulisan & penerbitan, editor Pembelajar.com, dan trainer di Sekolah Penulis Pembelajar (SPP). Ia juga mendirikan Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing yang berhasil menerbitkan sejumlah buku best-seller. Kunjungi blog Edy di: http://ezonwriting.wordpress.com atau email: edzaqeus@yahoo.com.

Jangan Biarkan Rohani Berhenti


Oleh Pdp Tony Tedjo, M.Th*
“Bangsa Indonesia tidak hanya milik segolongan orang saja, melainkan milik bersama mulai dari Sabang sampai Merauke”

“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud” (Lukas 2:11)

Gaung Natal sudah berkumandang, menandakan bahwa sudah memasuki hari-hari yang sibuk dengan pesta perayaan Natal. Perayaan Natal saat ini tidak hanya dimonopoli oleh umat Kristiani saja, mereka yang berbeda keyakinan pun turut merayakannya. Bahkan, Natal bagi sebagian kalangan dijadikan sebagai ajang bisnis untuk untung yang sebesar-besarnya.
Coba perhatikan toko-toko besar dan mal-mal yang mengubah suasana tempat perbelanjaan mereka menjadi suasana Natal, lengkap dengan pohon natal dan berbagai asesorisnya. Demi mendapatkan untung besar di penghujung tahun, mereka mengadakan diskon besar-besaran dan berbagai acara menarik dengan tema Natal. Sepertinya Natal sarat dengan kemewahan dan pemborosan. Benarkah demikian?
Bila kita melihat makna Natal yang sesungguhnya, ternyata peristiwa Natal itu sendiri penuh dengan kesederhanaan dan kesunyian. Lukas 2:15-16 mencatat bahwa Natal itu bermula dari kelahiran seorang bayi di kota Betlehem. Bayi tersebut dilahirkan bukan di istana raja, di penginapan atau tempat yang layak.
Sebaliknya, Dia dilahirkan di tempat yang hina, yaitu di kandang domba. Hal ini membawa pesan bahwa Yesus lahir ke dalam dunia tanpa memandang keberadaan seseorang. Apakah dia kaya atau miskin? Hina atau mulia? Terpandang atau sampah masyarakat? Semua orang di hadapan-Nya sama, yakni manusia sama-sama sebagai manusia berdosa yang memerlukan keselamatan dari-Nya (Roma 3:10, 23, 6:23).
Kehadiran Yesus yang adalah Allah, ke dalam dunia ini yaitu demi untuk menyelamatkan dosa-dosa manusia yang berdosa dan sudah seharusnya dibuang ke dalam Neraka. “… yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:6-8).
Setiap kali kita merayakan Natal kita selalu diingatkan bahwa kehadiran Natal selalu membawa pengharapan yang baru. Saya mencatatnya ada lima harapan kita di Natal tahun ini, yaitu:
Pertama, harapan untuk kesejahteraan dan keamanan bangsa. Berita-berita yang sering kita dengar bahwa tahun 2009 diprediksi sebagai tahun yang penuh dengan kesusahan dan bencana. Belum lagi menjelang PEMILU, biasanya terdapat berbagai teror bom dan rawan kerusuhan antar kelompok.
Namun, di atas semua hal negatif tersebut kita sebagai orang percaya memiliki pengharapan agar Allah memberkati bangsa ini sehingga diberikan kesejahteraan dan keamanan. Sehingga berbagai kerusuhan bisa dapat dihindarkan. Bagaimana caranya, kita harus mendoakan bangsa kita. Sebab kesejahteraannya merupakan kesejahteraan kita juga (Yeremia 29:7).
Kedua, harapan untuk tetap terjaganya kesatuan dan persatuan bangsa. Keberadaan NKRI sekarang ini sedang dipertaruhkan. Dengan disahkannya beberapa Undang-undang yang isinya mendiskriminasikan kaum minoritas, dapat mengakibatkan perpecahan. Beberapa daerah bahkan sudah mengancam akan mengundurkan diri dari NKRI apabila keadaan seperti ini dibiarkan saja.
Sebagai warga negara yang baik dan sebagai umat Allah, selain mendoakan agar NKRI ini tetap utuh di bawah ikatan Pancasila, kita juga perlu membangkitkan semangat nasionalisme. Bahwa bangsa Indonesia tidak hanya milik segolongan orang saja, melainkan milik bersama dari Sabang sampai Merauke. Sehingga kesatuan dan persatuan tetap terjaga. Yesus sendiri datang untuk membawa persatuan dan kesatuan.
Ketiga, harapan untuk keharmonisan keluarga. Sekarang ini ada banyak keluarga-keluarga, termasuk keluarga Kristen, yang menganggap perceraian sebagai hal yang biasa. Padahal firman Tuhan jelas-jelas melarang agar pasangan yang sudah diikat dalam tali pernikahan tidak boleh diceraikan. “Karena itu apa yang sudah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Markus 10:9).
Mengapa perceraian bisa terjadi? Karena sudah tidak adanya kasih di antara mereka. Itulah sebabnya, ada satu harapan, Yesus datang untuk memulihkan kasih dalam keluarga. Yesus mengadakan mukjizat pertama kali di kota Kana berkaitan dengan pemulihan keharmonisan dalam keluarga (Yohanes 2:1-11).
Keempat, harapan untuk sukses dan berhasil dalam karier. Mengapa sebagian besar orang gagal dalam kariernya? Karena mereka menaruh harapannya kepada manusia dan kekuatannya sendiri. “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!” (Yeremia 17:5). Agar bisa berhasil, andalkanlah Tuhan saja. “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!” (Yeremia 17:7).
Kelima, harapan untuk bertumbuh dalam iman. Jangan biarkan rohani kita berhenti dan mengalami kemunduran. Bila hal ini dibiarkan akan berdampak buruk pada diri orang percaya tersebut. Harus ada upaya mencegahnya. Ambil komitmen untuk membaca Alkitab secara teratur dan perbanyak jam doa pribadi. Yesus datang untuk membaharui rohani kita. Sehingga kita dapat berbuah dan menjadi berkat bagi orang lain.
Natal membawa harapan baru. Bila semua harapan yang kita harapan seolah sia-sia, jangan putus asa. Ada harapan baru di dalam Yesus. Sebab Yesus datang untuk memberikan pengharapan kepada seluruh umat manusia. Janji-Nya bagi kita selaku orang percaya, “karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (Amsal 23:17).
Semoga di Natal ini harapan kita bersinar kembali, sebab Yesus datang memberikan harapan yang baru. Selamat Natal 25 Desember 2008 dan Tahun Baru 1 Januari 2009. Tuhan Yesus memberkati. [Purek III STT KHARISMA Bandung dan Ketua Komunitas Penulis Rohani (KPR) tony_kharis@yahoo.com atau anggi_1234@plasa.com --- dikutip dari Renungan Natal koran Jawa Pos, Kamis 25 Desember 2008]